Kudus – Demikian ditegaskan Kakankemenag Kab. Kudus, Hambali ketika membuka Workshop Peningkatan Mutu Tata Kelola Lembaga Pendidikan Keagamaan Islam pada Selasa (13/10). Acara yang dihelat di Meeting Room Hotel Poroliman Barongan Kudus tersebut diikuti 80 orang peserta. Masing-masing merupakan perwakilan dari Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah Takmiliyah, dan Taman Pendidikan Al-Qur’an di Kab. Kudus.
Lebih lanjut Kakankemenag berharap, agar Lembaga Pendidikan Keagamaan Islam dikelola secara profesional, mengacu pada prinsip pengelolaan dan kriteria Standar Nasional pendidikan (SNP). Upaya tersebut merupakan bentuk merespon secara aktif dan positif atas perhatian pemerintah terhadap pendidikan keagamaan, seiring dengan masuknnya pendidikan keagamaan sebagai bagian tidak terpisahkan dari Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Kakankemenag juga menyoroti soal pengelolaan lembaga pendidikan keagamaan yang selama ini dilakukan secara sederhana dan kurang manajebel. Lebih lanjut beliau memotivasi kepada peserta agar memulai merubah paradigma pengelolaan lembaga pendidikan keagamaan yang lebih baik dan akuntabel. “Panjenengan sebagai pioneer perubahan pengelolaan pada masing-masing lembaga pendidikan keagamaan, agar lebih baik. Dengan demikian, ibarat gayung bersambut seiring meningkatnya perhatian pemerintah terhadap lembaga pendidikan ini, harus diimbangi dengan peningkatan kualitas tata kelola pada masing-masing satuan lembaga pendidikan keagamaan. Sehingga pada akhirnya diharapkan berbuah hasil maksimal guna mencapai tujuan pendidikan nasional,” pungkasnya.
Sementara itu, Kasi PD pontren, HM. Kafit dalam laporannya mengatakan sasaran kegiatan ini adalah para pengelola, pimpinan, pendidik, dan tenaga kependidikan lembaga pendidikan keagamaan. Diharapkan setelah mengikuti workshop mereka mengelola lembaga pendidikan dengan lebih baik lagi. Hal ini selaras dengan tujuan kegiatan yang ingin dicapai antara lain meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam mengelola lembaga pendidikan keagamaan . Dengan terpenuhinya sumber daya manusia yang berkualitas diharapkan dapat meningkatakan pengelolaan lembaga pendidikan keagamaan di Kab. Kudus lebih profesional. Karena ‘labeling’ (sebutan) yang selama ini melekat pada pengelolaan lembaga pendidikan keagamaan berkutat pada sebutan tradisional, ‘sak mlakune’ (asal jalan), dan terkesan inklusif atau sulit menerima perubahan. Di akhir laporannya, HM Kafit mengapresiasi peserta yang antusias mengikuti workshop. “Kehadiran para Bapak dan Ibu mengikuti workshop menjadi indikator semangat perubahan lebih baik dalam mengelola lembaga pendidikan keagamaan di kab. Kudus. Yakni pengelolaan yang lebih transparan dan akuntabel, terkait proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan agar tercapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan keagamaan di Kab. Kudus,” paparnya.
Upaya pembinaan lembaga Pendidikan Keagamaan terus dilakukan Kemenag Kudus. Workshop kali ini merupakan rangkaian pembinaan lanjutan, setelah pada September lalu menyerahterimakan 65 piagam Izin Operasional Ponpes.
Besarnya potensi Lembaga Pendidikan Keagamaan tentu tidak lepas dari perjuangan para alim pada awal masuknya ajaran Islam di Kudus. Kiprah lembaga pendidikan ini mempunyai andil besar berkontribusi terhadap perkembangan kultur sosioreligiusmasyarakat Kudus, sehingga tidak heran jika selama ini istilah yang melekat Kudus di samping sebagai Kota Wali, juga dikenal sebagai Kota Santri. Hal ini diupayakan terus direaktualisasi dalam kontek sekarang, disesuaikan dengan perkembangan tuntutan masyarakat dan kemajuan zaman. Sehingga, nilai-nilai religious, menjunjung moralitas, dan etos kerja tinggi tetap dikembangkan melalui berbagai media dan sarana. Dan salah satu media yang efektif adalah melalui pelestarian dan pengembangan lembaga Pendidikan Keagamaan. (Arifin)